Selasa, 24 Desember 2013

Gelombang Migrasi Manusia ke Kepulauan Indonesia

Manusia modern (Homo sapiens) diperkirakan telah meninggalkan benua Afrika kira-kira 120 ribu tahun yang lalu, sebagaimana hasil penelitian dari DNA mitokondria dan Y-kromosom yang diambil dari berbagai sampel dari bermacam-macam kelompok manusia di seluruh dunia.
Selama beribu-ribu tahun lamanya, umat manusia tinggal di Timur Tengah di daerah yang disebut "Bulan Sabit Subur" (Fertile Crescent) hingga kira-kira sekitar 60 ribu tahun yang lalu, umat manusia mulai bermigrasi ke seluruh dunia, tidak terkecuali ke Indonesia.
(Catatan: hasil penelitian dengan menggunakan DNA mitokondria dan Y-kromosom telah mengakui adanya satu asal manusia, yaitu Nabi Adam dan Hawa, namun karena para ilmuwan menggunakan dasar teori "evolusi", tentu adanya "Adam dan Hawa" ini ditolak. Meskipun demikian, teori Recent African Origin of Human merupakan teori terbaik saat ini untuk mengungkap sosok "Adam dan Hawa". Menurut para ilmuwan, umat manusia berasal dari Afrika, namun mengenai jejak kaki raksasa yang dikatakan sebagai jejak "Adam" di Puncak Sripada, Srilanka, masih dalam perdebatan.)

Gelombang Pertama (50.000-25.000 SM)
Ras Negrito (lihat artikel sebelumnya) diyakini merupakan penduduk pertama kepulauan Nusantara. Pada masa itu, tinggi muka air laut turun hingga 125 meter, sehingga Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan tergabung dengan Benua Asia, sedangkan Papua terhubung dengan Australia. (ingat, penduduk manusia, bukan manusia purba seperti Pithecantropus, Homo erectus, dll.) Ketika itu, bangsa Negrito tidak hanya mendiami Indonesia, namun juga Semenanjung Malaya, Kepulauan Andaman, hingga Filipina. Bangsa ini membawa budaya Paleolitik dengan kehidupan nomaden dan diperkirakan telah mampu mengarungi lautan menggunakan rakit bambu sederhana.




Beberapa ahli memperkirakan bahwa bangsa ini bukan hanya mendiami Asia Tenggara, namun juga Asia Timur, seperti Taiwan (lihat artikel sebelumnya), Korea, Jepang, hingga Benua Amerika (lihat "Wanita Luzia"). Penduduk pertama Australia diperkirakan juga berasal dari ras ini, namun tidak ada bukti yang cukup kuat. Penduduk Pulau Tasmania juga diyakini merupakan bagian dari ras ini, yang terdesak oleh bangsa Papua-Melanesia yang datang belakangan, namun teori ini cukup kontroversial. Secara rasial, bangsa ini termasuk ras Australoid.
Sisa-sisa ras ini dapat ditemukan di Filipina (Aeta, Ati, Batak), Thailand (Mani), Malaysia (Semang, Jahai), serta Kepulauan Andaman. Kini, bangsa ini telah kehilangan bahasa asli mereka dikarenakan kontak dengan penduduk pendatang, kecuali bahasa di kepulauan Andaman yang masih dituturkan meski terancam punah.

Gelombang Kedua (40.000-15.000 SM)
Ras Papua-Melanesia datang ke Indonesia setelah bangsa Negrito. Bangsa ini membawa budaya mesolitikum. Piranti yang digunakan terbuat dari batu yang telah dihaluskan, namun belum sempurna. Bangsa ini kini mendiami Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, Kepulauan Melanesia, serta Benua Australia. Secara rasial, bangsa ini serumpun dengan bangsa Negrito, yaitu ras Australoid.
Diyakini, karena kebudayaan yang dibawa lebih tinggi dengan teknologi yang lebih efisien, maka populasi bangsa ini cepat berkembang dan perlahan menyingkirkan bangsa Negrito. Selama berpuluh ribu tahun, bangsa ini mendiami Indonesia bagian barat sebelum bermigrasi ke timur menggunakan perahu rakit sederhana melalui Nusa Tenggara dan Sulawesi. Hominin sebelum manusia, Homo floresiensis diduga punah akibat ekspansi bangsa ini.
Diperkirakan, bangsa ini telah datang di Kalimantan sejak 41.000 tahun lalu (Gua Niah, Serawak), Australia sejak 40.000 tahun yang lalu, serta Kepulauan Solomon sejak 30.000 tahun yang lalu. Bangsa ini berbahasa Papua. Kini, bahasa Papua masih dituturkan di Papua dan Kepulauan Melanesia. Bahasa Papua yang paling barat yang diketahui adalah bahasa Tambora di NTB yang punah pada tahun 1815.
Sisa kebudayaan bangsa ini adalah kjokkenmoddinger, yaitu sisa-sisa sampah kerang yang menggunung di pinggir pantai, serta abris sous roche, yaitu gua sebagai tempat tinggal. Hal ini menandakan bentuk kehidupan yang seminomaden. Cap tangan berwarna merah di gua Leang-leang, Sulawesi Selatan, juga merupakan hasil kebudayaan bangsa ini.

Kjokkenmoddinger atau midden
Pada gelombang pertama dan kedua, bentuk kebudayaannya adalah berburu dan meramu (hunting and gathering). Namun, di Papua, telah ditemukan bercocok tanam tanpa biji yang dimulai sekitar 8000 SM. Bentuk kehidupan bercocok tanam mendukung kehidupan yang menetap (sedenter) dan penduduk yang padat.

Gelombang Ketiga (3500-3000 SM)
Bangsa Austronesia adalah bangsa yang datang pada gelombang ketiga pendudukan Indonesia. Bangsa ini berasal dari Taiwan dan datang melalui jalan laut. Bangsa ini terdiri dari dua tahap: Proto Melayu dan Deutero Melayu, namun menurut beberapa ahli, kedua gelombang ini datang bersamaan.
Bangsa Austronesia merupakan bangsa pelaut. Bangsa ini mengarungi samudera dari Taiwan (Formosa) menuju Indonesia, lalu dari Indonesia Timur bangsa ini bermigrasi ke Melanesia dan Polinesia. Di sisi lain, sebagian bangsa ini, dari Barito, Kalimantan Selatan, bermigrasi ke Madagaskar. Bangsa ini membawa budaya neolitikum dan bentuk kehidupan bercocok tanam yang menetap (sedenter).
Kini, mayoritas penduduk Indonesia merupakan keturunan bangsa ini.

Dalam sejarahnya, pada gelombang migrasi yang baru, bangsa pendatang akan bercampur dengan bangsa yang telah ada, begitu pula budayanya, sehingga dapat dikatakan, budaya dan genetik orang Indonesia saat ini kebanyakan merupakan campuran dari bangsa Austronesia (Mongoloid) dan Melanesia (Australoid).
Menurut Dr. J.L. Brandes, bangsa Indonesia mempunyai 10 unsur budaya asli, yaitu:
1. Kepandaian bersawah dan bercocok tanam
2. Kepandaian berlayar dan mengenal mata angin
3. Mengenal wayang
4. Kemampuan dalam seni gamelan
5. Kepandaian membatik dan membuat pola seni ornamen
6. Kemampuan menegrjakan barang dari logam
7. Menggunakan aturan metrik atau mengukur
8. Mengenal alat tukar
9. Mengenal astronomi
10. Mengatur masyarakat

Baca Pula:
1. Bangsa Austronesia di Wikipedia
2. Bangsa Papua-Melanosoid
3. Pembabagan Kebudayaan di Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar